Dalam epik
Mahabarata disebutkan tentang seorang satria bernama Basukarna. Sebenarnya ia
adalah anggota wangsa Barata. Anak Dewi Kunti, ibu para Pandawa. Tapi karena
lahir dengan proses dan cara yang tidak wajar, Karna pun dibuang ke sungai oleh
ibunya.
Alkisah ia ditemukan oleh seorang
kusir istana dan diasuh hingga tumbuh menjadi pemuda yang berbudi luhur,
berperilaku santun dan gagah perkasa karena memiliki kemampuan perang serta
kesaktian yang luar biasa.
Sayang, statusnya sebagai anak
rakyat jelata membuat Karna tak bisa menunjukkan kedigdayaannya dihadapan para
satria dan raja. Untungnya, raja Hastinapura yang juga putra tertua kaum
Kurawa, Duryudana mengetahui potensi besar Basukarna.
Iapun diangkat sebagai raja di
sebuah negara kecil jajahan Hastinapura. Dengan status barunya itu, kastanya
pun terdongkrak ke ujung tertinggi. Begitu juga dengan tiap sendi kehidupannya
yang lain.
Hal itulah yang membuat Basukarna
begitu hormat dan memberikan pengabdian tanpa batas pada Duryudana yang
dianggapnya begitu berjasa terhadap hidupnya. Bahkan iapun rela dikorbankan
saat diperintah melawan Arjuna, adik kandungnya yang dikenal memiliki kesaktian
tanpa tanding dalam perang Baratayudha.
Basukarna mati di medan perang
lantaran membela harga diri junjungannya, Duryudana. Padahal Duryudana adalah
simbol keangkaramurkaan di dunia saat itu. Dan nama Basukarna yang berbudi
luhur itu terpaksa harus tercatat sebagai bagian dari kejahatan itu.
Direktur PT SM 2002, Ir Soekarno
bisa jadi adalah gambaran dari Basukarna di jaman modern, di sebuah tempat
bernama tlatah Jenggala alias Kabupaten Sidoarjo. Ir Soekarno yang kini
terpenjara karena dianggap sebagai orang yang paling bertanggungjawab dalam
kasus penyimpangan di PT SM 2002.
Banyak PNS maupun pejabat di
lingkungan Pemkab Sidoarjo yang mengelus dada saat nama Ir Soekarno
disebut-sebut oleh kejaksaan, apalagi ketika ia digelandang masuk ke dalam
jeruji besi.
Di mata mereka Soekarno adalah simbol
kesederhanaan dan keteladanan seorang pejabat daerah. Karenanya mereka tak
percaya begitu saja saat Soekarno dituding telah melakukan perbuatan korupsi.
Walaupun pernah menduduki posisi penting di birokrasi Sidoarjo, menjadi
Kepala PU Cipta Karya di jaman bupati Sudjito dan kemudian melambung menjadi
Kepala Bappekab saat Win Hendrarso sebagai bupati, namun ia tidak pernah merasakan
kehidupan gemerlap ala pejabat.
Selama menjabat di Pemkab, pria bertubuh gempal dan berkumis putih ini
tidak pernah sekalipun terlihat menggunakan mobil pribadi. Dia selalu
mengendarai mobil plat merah.
“Kalau saja ia mau, saat di PU Cipta
Karya dan Bapekab Pak Karno bisa saja mendapatkan berbagai bentuk kemewahan,”
ujar salah seorang PNS yang tak mau disebut namanya..
Kesederhaan sangat terlihat saat menduduki jabatan Kepala Bappekab
menggantikan drs Nadhim Amir. Ruang kerja Nadhim di lantai dua kantor itu bagaikan
kamar hotel bintang lima. Interiornya klasik, ada ruang istirahat dan ruang
rapat.
Namun kamar kerja mewah ini tidak ditempati Soekarno. Dia memilih ruang
kerja di lantai satu yang hanya dilengkapi sebuah meja tanpa kamar mandi di
dalam ruangan. Saat itu Soekarno mengaku tidak betah berada di ruang kerja yang
nyaman tersebut.
Lepas dari Bapekab, Win Hendrarso rupanya masih melihat kemampuan Soekarno.
Saat memasuki usia pensiun itu, Ir Soekarno diperintah untuk menjalankan PT SM
2002 yang diimpikan Win Hendrarso.
Awalnya, Ir Soekarno datang ke kantor PT SM 2002 di kompleks perkantoran
Pemkab Sidoarjo dengan mengendarai kendaraan umum dari rumahnya di Surabaya.
Mobil dinas lamanya sudah ia kembalikan. Namun belakangan, ia dipinjami mobil
Kijang tua.
Kini semua pengabdiannya telah berakhir. Namanya dicatat rakyat sebagai
seorang koruptor meski pengadilan belum membuat keputusan atas kasus yang
menyeretnya itu. Tapi opini publik sudah terlanjur menyebar.
Seorang kepala dinas yang tidak bersedia disebut namanya menggelengkan
kepala dan merasa sesak mengetahui nasib yang dialami Soekarno. “Pak Karno itu
orangnya tidak kemaruk. Diberi uang yang asal usulnya tidak jelas akan ditolak
mentah-mentah. Satu rupiahpun dikembalikan kalau nggak jelas,” katanya.
Kalau begitu mungkinkah Soekarno dikorbankan?
(Termuat di Tabloid Tiras)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar