Jumat, 21 Februari 2014

IR SOEKARNO, SATRIA DI KUBU KURAWA

Dalam epik Mahabarata disebutkan tentang seorang satria bernama Basukarna. Sebenarnya ia adalah anggota wangsa Barata. Anak Dewi Kunti, ibu para Pandawa. Tapi karena lahir dengan proses dan cara yang tidak wajar, Karna pun dibuang ke sungai oleh ibunya.
            Alkisah ia ditemukan oleh seorang kusir istana dan diasuh hingga tumbuh menjadi pemuda yang berbudi luhur, berperilaku santun dan gagah perkasa karena memiliki kemampuan perang serta kesaktian yang luar biasa.
            Sayang, statusnya sebagai anak rakyat jelata membuat Karna tak bisa menunjukkan kedigdayaannya dihadapan para satria dan raja. Untungnya, raja Hastinapura yang juga putra tertua kaum Kurawa, Duryudana mengetahui potensi besar Basukarna.
            Iapun diangkat sebagai raja di sebuah negara kecil jajahan Hastinapura. Dengan status barunya itu, kastanya pun terdongkrak ke ujung tertinggi. Begitu juga dengan tiap sendi kehidupannya yang lain.
            Hal itulah yang membuat Basukarna begitu hormat dan memberikan pengabdian tanpa batas pada Duryudana yang dianggapnya begitu berjasa terhadap hidupnya. Bahkan iapun rela dikorbankan saat diperintah melawan Arjuna, adik kandungnya yang dikenal memiliki kesaktian tanpa tanding dalam perang Baratayudha.
            Basukarna mati di medan perang lantaran membela harga diri junjungannya, Duryudana. Padahal Duryudana adalah simbol keangkaramurkaan di dunia saat itu. Dan nama Basukarna yang berbudi luhur itu terpaksa harus tercatat sebagai bagian dari kejahatan itu.
            Direktur PT SM 2002, Ir Soekarno bisa jadi adalah gambaran dari Basukarna di jaman modern, di sebuah tempat bernama tlatah Jenggala alias Kabupaten Sidoarjo. Ir Soekarno yang kini terpenjara karena dianggap sebagai orang yang paling bertanggungjawab dalam kasus penyimpangan di PT SM 2002.
            Banyak PNS maupun pejabat di lingkungan Pemkab Sidoarjo yang mengelus dada saat nama Ir Soekarno disebut-sebut oleh kejaksaan, apalagi ketika ia digelandang masuk ke dalam jeruji besi.
            Di mata mereka Soekarno adalah simbol kesederhanaan dan keteladanan seorang pejabat daerah. Karenanya mereka tak percaya begitu saja saat Soekarno dituding telah melakukan perbuatan korupsi.
Walaupun pernah menduduki posisi penting di birokrasi Sidoarjo, menjadi Kepala PU Cipta Karya di jaman bupati Sudjito dan kemudian melambung menjadi Kepala Bappekab saat Win Hendrarso sebagai bupati, namun ia tidak pernah merasakan kehidupan gemerlap ala pejabat.
Selama menjabat di Pemkab, pria bertubuh gempal dan berkumis putih ini tidak pernah sekalipun terlihat menggunakan mobil pribadi. Dia selalu mengendarai mobil plat merah.
“Kalau saja ia mau, saat  di PU Cipta Karya dan Bapekab Pak Karno bisa saja mendapatkan berbagai bentuk kemewahan,” ujar salah seorang PNS yang tak mau disebut namanya..
Kesederhaan sangat terlihat saat menduduki jabatan Kepala Bappekab menggantikan drs Nadhim Amir. Ruang kerja Nadhim di lantai dua kantor itu bagaikan kamar hotel bintang lima. Interiornya klasik, ada ruang istirahat dan ruang rapat.
Namun kamar kerja mewah ini tidak ditempati Soekarno. Dia memilih ruang kerja di lantai satu yang hanya dilengkapi sebuah meja tanpa kamar mandi di dalam ruangan. Saat itu Soekarno mengaku tidak betah berada di ruang kerja yang nyaman tersebut.
Lepas dari Bapekab, Win Hendrarso rupanya masih melihat kemampuan Soekarno. Saat memasuki usia pensiun itu, Ir Soekarno diperintah untuk menjalankan PT SM 2002 yang diimpikan Win Hendrarso.
Awalnya, Ir Soekarno datang ke kantor PT SM 2002 di kompleks perkantoran Pemkab Sidoarjo dengan mengendarai kendaraan umum dari rumahnya di Surabaya. Mobil dinas lamanya sudah ia kembalikan. Namun belakangan, ia dipinjami mobil Kijang tua.
Kini semua pengabdiannya telah berakhir. Namanya dicatat rakyat sebagai seorang koruptor meski pengadilan belum membuat keputusan atas kasus yang menyeretnya itu. Tapi opini publik sudah terlanjur menyebar.
Seorang kepala dinas yang tidak bersedia disebut namanya menggelengkan kepala dan merasa sesak mengetahui nasib yang dialami Soekarno. “Pak Karno itu orangnya tidak kemaruk. Diberi uang yang asal usulnya tidak jelas akan ditolak mentah-mentah. Satu rupiahpun dikembalikan kalau nggak jelas,” katanya.
Kalau begitu mungkinkah Soekarno dikorbankan?

(Termuat di Tabloid Tiras)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar