Jumat, 21 Februari 2014

SIHIR PARIS VAN JAVA

Ada satu hal yang begitu membekas di benakku saat diajak nglencer Bagian Humas dan Protokol ke Jawa Barat, beberapa waktu lalu. Di akhir acara audiensi yang digelar di ruang auditoriumnya yang mewah, Sekretaris Badan Infokom Kota Bandung bilang, “.....belanjakan uang anda sebanyak-banyaknya di Kota Bandung...”
            Memang, kawasan kota kembang itu merupakan salah satu tempat tujuan wisata yang kerap dikunjungi wisatawan dari dalam dan luar negeri. Apalagi di akhir pekan, lalu-lintas kota Bandung yang relatif semrawut kian bertambah ruwet.
Kemacetan terjadi hampir di semua ruas jalan. Terutama di pusat-pusat keramaian seperti kawasan Dago yang menjadi ajang cangkruk para kawula muda disana. Di areal seputaran kampus itu penuh dengan cewek-cewek geulis plus beraneka jenis kuliner khas daerah setempat.
Pun demikian dengan kawasan Jalan Cihampelas dan Cibaduyut sebagai sentra perdagangan pakaian jadi dan produk industri olahan kulit berbentuk sepatu, tas, ikan pinggang serta barang semacamnya.
Hari itu benar-benar puncaknya, malam minggu tanggal muda. Mobil pribadi, kendaraan umum maupun angkutan wisata seakan berebut ruang dengan pedagang kaki lima yang hampir semuanya sibuk bertransaksi dengan para pembeli. Keriuhan yang sudah berbatas tipis dengan kesimpang-siuran itu seakan menjadi irama penghentak yang menambah asyik suasana bagi para penggila wisata belanja.
            Meski terlibat di dalamnya, namun sayangnya aku tak serta-merta terlarut dalam kemeriahan itu. Padahal aku sudah berusaha keras untuk menikmatinya. Tapi tetap saja logikaku berlarian di habitat yang kuciptakan sendiri di alam pikiranku.
            “Apa yang istimewa disini. Barang-barang yang dijual hampir semuanya tersedia di Sidoarjo. Kalaupun tak ada, aku hanya perlu sedikit tambahan energi untuk mencarinya di Surabaya. Pasti ada, minimal corak ataupun modelnya,” ego primordialku memberontak.
            Soal harga juga kurasa tak terlalu spesial. Bahkan bisa jadi aku bakal mendapatkan barang sejenis dengan nilai rupiah yang lebih murah tanpa harus jauh-jauh perlu ke ujung lain pulau Jawa berjarak 689 km dari kotaku sendiri. Yang mengherankan orang-orang itu bahkan aku sendiri sampai sempat tersihir hingga tersedot dalam kumparan bermedan magnet dasyat itu.
            Akhirnya kutemukan juga jawaban setelah sekian lama bergelut dengan logikaku. Ini semua hanyalah efek sebuah pencitraan yang sukses digarap oleh pihak-pihak yang berkepentingan disana hingga mereka bisa mengubah kesan biasa menjadi begitu luar biasa.
            Saking istimewanya sampai-sampai seorang bupati Sidoarjo ngiler dan mengajak para bawahan serta koleganya membelanjakan duit ratusan juta rupiah yang konon sebagian diantaranya adalah milik warga kota Delta di Paris Van Java.

(termuat di Tabloid Headline)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar