Jumat, 21 Februari 2014

SEMUA DEMI APBN, BUKAN DEMI RAKYAT

Aku tertarik dengan pernyataan Wapres Jusuf Kalla beberapa waktu lalu. Saat itu ia meminta para pengusaha nasional untuk tidak mem-PHK karyawannya meski biaya produksi semakin tinggi akibat kenaikan BBM.
            Bahkan ia meminta para pengusaha untuk memberikan tunjangan uang makan plus kenaikan insentif bagi karyawannya demi mempertahankan daya belinya di tengah melambungnya harga berbagai komoditas perdagangan.
            Lalu sang Wapres membagikan ilmunya pada para pengusaha itu. Ia bilang kenaikan ongkos produksi itu harus diimbangi dengan penghematan yang menyeluruh. Biaya-biaya yang tak penting harus dipangkas. Demikian pula dengan rencana pembiayaan yang tidak termasuk prioritas utama juga bisa dikesampingkan.
            Pernyataan yang hampir serupa juga pernah disampaikan sang Presiden SBY. Ia malah menghimbau pusat-pusat pembelanjaan untuk mengurangi jam operasionalnya demi menghemat penggunaan energi listrik.
            Banyak sudah tips-tips sekaligus trik-trik yang diajarkan duet pimpinan bangsa itu pada rakyatnya agar mereka mampu bertahan dalam menghadapi multi krisis yang menghantam negeri nusantara ini.
            Namun aku jadi geli ketika melihat kelakuan pemerintah yang tak bisa memberikan contoh nyata dari segala nasehatnya tadi. Soal penggunaan energi listrik tadi, misalnya.
            Sudah jamak diketahui publik jika lembaga pemerintah merupakan konsumen PLN yang paling boros menggunakan  energi listrik. Contoh saja, hampir semua ruang kerja di kantor-kantor pemerintah menggunakan AC yang terus dibiarkan menyala di jam-jam istirahat. Belum lagi dengan lampu ruangan yang terus benderang sepanjang siang. 
            Ini masih belum seberapa. Di jam-jam kerja, para staf kantor pemerintahan lebih suka menggunakan komputer di ruangannya untuk bermain game. Hal ini terjadi lantaran lebih banyaknya tenaga kerja ketimbang beban garapan yang harus dikerjakan.
            Pun demikian dengan penggunaan BBM untuk kendaraan dinas. Tak ada sama sekali kebijakan untuk berhemat. Misalnya penggunaan mobil bersama. Yang terjadi justru munculnya anggaran untuk pembelian mobil-mobil baru ber-CC besar bagi para pejabat tinggi di pusat maupun daerah.
            Badai krisis yang menimpa negeri ini lantaran lonjakan harga minyak dunia hanya menimpa rakyat. Sedangkan pemerintah sama sekali tak merasakannya. Paling-paling mereka hanya dipusingkan mengatur alokasi anggaran negara maupun daerah agar tetap cukup untuk membiayai rencana kerja mereka.
            Seperti dikatakan SBY beberapa waktu lalu. Ia bilang keputusan menaikkan harga BBM itu semata-mata demi menyelamatkan APBN agar tak terus mengalami pendarahan akibat njomplangnya patokan harga minyak.
           Karena itu iapun memilih alternatif terakhir itu dengan patokan angka maksimal, 30 %. Karena dengan begitu APBN bukan saja terhindar dari hantu defisit namun justru surplus hingga bisa dipakai untuk memberi rakyat miskin sedekah bernama BLT.
            Sekarang pemerintah bisa tenang. Menarik nafas panjang penuh kelegaan karena APBN telah terselamatkan. Soal kesulitan rakyat, cukup BLT saja yang jadi solusi utamanya.
            Kalau rakyat benar-benar telah terbuai dan sibuk berebut uang seratus ribuan per bulan, itu berarti misi telah sukses dijalankan. Namun kalau sampai muncul gejolak, anggap saja sebagai masa bermain bagi institusi kepolisian agar mereka bisa menguji kekuatan otot-ototnya dengan melawan tulang rakyat.
            Gini kok bilang bangkit, merdeka atau segala bunyi jargon heroik lainnya. Nggedabrus!!!.

(Termuat di Tabloid Headline)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar