Aku tertarik
dengan pernyataan Wapres Jusuf Kalla beberapa waktu lalu. Saat itu ia meminta
para pengusaha nasional untuk tidak mem-PHK karyawannya meski biaya produksi
semakin tinggi akibat kenaikan BBM.
Bahkan ia meminta para pengusaha
untuk memberikan tunjangan uang makan plus kenaikan insentif bagi karyawannya
demi mempertahankan daya belinya di tengah melambungnya harga berbagai
komoditas perdagangan.
Lalu sang Wapres membagikan ilmunya
pada para pengusaha itu. Ia bilang kenaikan ongkos produksi itu harus diimbangi
dengan penghematan yang menyeluruh. Biaya-biaya yang tak penting harus
dipangkas. Demikian pula dengan rencana pembiayaan yang tidak termasuk
prioritas utama juga bisa dikesampingkan.
Pernyataan yang hampir serupa juga
pernah disampaikan sang Presiden SBY. Ia malah menghimbau pusat-pusat
pembelanjaan untuk mengurangi jam operasionalnya demi menghemat penggunaan
energi listrik.
Banyak sudah tips-tips sekaligus
trik-trik yang diajarkan duet pimpinan bangsa itu pada rakyatnya agar mereka
mampu bertahan dalam menghadapi multi krisis yang menghantam negeri nusantara
ini.
Namun aku jadi geli ketika melihat
kelakuan pemerintah yang tak bisa memberikan contoh nyata dari segala
nasehatnya tadi. Soal penggunaan energi listrik tadi, misalnya.
Sudah jamak diketahui publik jika
lembaga pemerintah merupakan konsumen PLN yang paling boros menggunakan energi listrik. Contoh saja, hampir semua
ruang kerja di kantor-kantor pemerintah menggunakan AC yang terus dibiarkan
menyala di jam-jam istirahat. Belum lagi dengan lampu ruangan yang terus
benderang sepanjang siang.
Ini masih belum seberapa. Di jam-jam
kerja, para staf kantor pemerintahan lebih suka menggunakan komputer di
ruangannya untuk bermain game. Hal ini terjadi lantaran lebih banyaknya tenaga
kerja ketimbang beban garapan yang harus dikerjakan.
Pun demikian dengan penggunaan BBM
untuk kendaraan dinas. Tak ada sama sekali kebijakan untuk berhemat. Misalnya
penggunaan mobil bersama. Yang terjadi justru munculnya anggaran untuk
pembelian mobil-mobil baru ber-CC besar bagi para pejabat tinggi di pusat
maupun daerah.
Badai krisis yang menimpa negeri ini
lantaran lonjakan harga minyak dunia hanya menimpa rakyat. Sedangkan pemerintah
sama sekali tak merasakannya. Paling-paling mereka hanya dipusingkan mengatur
alokasi anggaran negara maupun daerah agar tetap cukup untuk membiayai rencana
kerja mereka.
Seperti dikatakan SBY beberapa waktu
lalu. Ia bilang keputusan menaikkan harga BBM itu semata-mata demi
menyelamatkan APBN agar tak terus mengalami pendarahan akibat njomplangnya
patokan harga minyak.
Karena itu iapun memilih alternatif
terakhir itu dengan patokan angka maksimal, 30 %. Karena dengan begitu APBN
bukan saja terhindar dari hantu defisit namun justru surplus hingga bisa
dipakai untuk memberi rakyat miskin sedekah bernama BLT.
Sekarang pemerintah bisa tenang.
Menarik nafas panjang penuh kelegaan karena APBN telah terselamatkan. Soal
kesulitan rakyat, cukup BLT saja yang jadi solusi utamanya.
Kalau rakyat benar-benar telah
terbuai dan sibuk berebut uang seratus ribuan per bulan, itu berarti misi telah
sukses dijalankan. Namun kalau sampai muncul gejolak, anggap saja sebagai masa
bermain bagi institusi kepolisian agar mereka bisa menguji kekuatan
otot-ototnya dengan melawan tulang rakyat.
Gini kok bilang bangkit, merdeka
atau segala bunyi jargon heroik lainnya. Nggedabrus!!!.
(Termuat di
Tabloid Headline)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar